Rimbanusa.id – Kota Jakarta menduduki posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Berdasarkan data dari laman pemantau kualitas udara IQAir per pukul 07.00 WIB, indeks kualitas udara (AQI) kota Jakarta pagi ini menembus angka 172, dengan polutan utama PM 2,5 sera nilai konsentrasi 96,8 mikrogram per meter kubik yang menunjukkan kategori tidak sehat.
Situs pemantau kualitas udara dengan waktu terkini tersebut mencatatkan Jakarta sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.
Peringkat kota dengan kualitas udara terburuk di dunia akan diperbarui setiap harinya.
Setelah Jakarta, kota dengan kualitas udara terburuk kedua adalah Kumpala, Uganda, dengan indeks kualitas udara 164.
Kemudian, Johannesburg, Afrika Selatan diperingkat ketiga kota dengan indeks kualitas udara pada angka 162.
Sejumlah wilayah di Jakarta bahkan tercatat dalam kategori sangat tidak sehat dengan indeks kualitas udara di atas angka 201. Yakni, Cilandak Timur dan Kemayoran Lama dengan indeks kualitas udara di angka 206.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto menjelaskan penyebab buruknya kualitas udara di Jakarta belakangan ini berkaitan dengan musim kemarau.
“Memang Juli hingga September biasanya itu musim kemarau sedang mencapai tinggi-tingginya. Sehingga memang berakibat pada kondisi kualitas udara yang kurang baik,” terang Asep saat konferensi pers di Gedung Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Jakarta Timur, Jumat (11/8).
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengatakan pencemaran udara di Jakarta mengalami peningkatan dalam beberapa bulan terakhir. Sigit menyebut debu juga berkontribusi terhadap polusi udara di Jakarta.
“Jadi ini adalah data kita dari 2018 sampai 2023. Nah, kalau kita lihat mulai tahun 2018 sampai 2023 itu sebetulnya kondisi di Jakarta lebih banyak di antara baik dan sedang ya. Bahkan pada waktu COVID dan pra-COVID lebih banyak dalam kondisi baik. Memang kita akui bahwa terjadi peningkatan di beberapa bulan terakhir ini, baik itu pencemaran udaranya dan sebagian besar debunya, ini ada korelasinya. Artinya faktor debu juga memberikan kontribusi terhadap indeks kualitas udara di Jakarta,” papar Sigit.
Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan tiga strategi untuk mengatasi buruknya kualitas udara di Jakarta.
Pertama, strategi peningkatan tata kelola yang berarti DLH DKI akan mengendalikan pencemaran udara melalui berbagai kebijakan dan regulasi.
Kedua, strategi pengurangan emisi pencemaran udara. Salah satunya dengan melancarkan uji emisi dan penggunaan transportasi umum.
Terakhir, Pemprov DKI mengimbau kepada seluruh warga untuk secara mandiri memeriksa kondisi kualitas udara melalui aplikasi sesuai standar nasional. (Sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Bintang