Rimbanusa.id – Menurut riset dari lembaga konsultan manajemen Mckinsey, untuk meraup potensi ekonomi digital ribuan triliun rupiah Indonesia butuh 600 ribu talenta digital per tahun. Sementara hanya 100 ribu – 200 ribu yang bisa dipenuhi. Riset kolaborasi antara McKinsey dan Bank Dunia itu juga menyebut Indonesia membutuhkan sekitar sembilan juta talenta digital selama 2015 hingga 2030.
Namun hanya 20% dari total 4.000 kampus di Indonesia yang memiliki program studi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). “Ada talent gap sekitar 400 ribu – 500 ribu setiap tahunnnya,” kata Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong dalam acara Selular ID, Kamis (31/3).
Sementara itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memprediksi bahwa nilai ekonomi digital nasional Rp 5.718 triliun pada 2030. E-commerce berkontribusi paling besar yakni 34% atau Rp 1.908 triliun. Posisi kedua ditempati oleh sektor business to business (B2B) services 13% atau Rp 763 triliun. Lalu pariwisata 10% (Rp 575 triliun), corporate services 9% (Rp 529,9 triliun), dan konten digital 9% (Rp 515,3 triliun). Kemudian kesehatan 8% (Rp 471,6 triliun), mobility 7% (Rp 401 triliun), dan housing 4% (204,2 triliun). Sisanya yakni masing-masing 3% public services (Rp 175 triliun) dan pendidikan (Rp 160,4 triliun).
Untuk memenuhi kebutuhan talenta digital, Kominfo menggelar pelatihan. “Kami mengembangkan talenta digital dalam tiga level,” kata Kepala Badan Litbang SDM Kementerian Kominfo Hary Budiarto saat konferensi pers virtual, pertengahan tahun lalu (13/8/2021).
Pertama, untuk tingkat paling dasar berupa literasi digital. Ini bertujuan meningkatkan kemampuan dasar digital masyarakat agar mereka tidak mudah terpengaruh konten negatif. Advertisement Itu diwujudkan dalam Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi yang 12,4 juta peserta per tahun. Kedua, pada tingkat menengah, Kominfo menyiapkan program Digital Talent Scholarship. Ini untuk mahasiswa, masyarakat umum, profesional, guru dan siswa Sekolah Menengah Kejuruan hingga aparatur sipil negara.
Kominfo pun menggandeng Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), pemerintah daerah, perguruan tinggi dan politeknik, hingga lembaga swasta.
Dirjen Pendidikan Vokasi Kemdikbud Ristek Wikan Sakarinto mengatakan, kementerian tengah memperbaiki kurikulum pendidikan agar bisa menyesuaikan kebutuhan talenta digital. “Tiap pendidikan vokasi misalnya, ada mata pelajaran wajib teknologi digital. Sekarang kami merancangnya,” kata dia.
Di tingkat perguruan tinggi, tiap program studi baik kuliner, teknik mesin, atau ekonomi wajib mencantumkan mata pelajaran teknologi digital. “Ini untuk membekali kompetensi dasar dan praktikal. Sehingga lulusannya ikut menambah jumlah talenta digital,” ujar dia.
Ketiga, pelatihan Digital Leadership Academy untuk tingkat mahir seperti pimpinan aparatur sipil negara (ASN) dan swasta. Ini digelar pada Agustus hingga November, dengan kuota terbatas 300 peserta.
Pengajar dalam pelatihan itu berasal dari National University of Singapore, Tsinghua University dan Harvard Kennedy School, Harvard University.
Berdasarkan data marketplace pencarian kerja, Ekrut, ada kenaikan permintaan SDM di bidang teknologi informasi sejak tahun lalu. Rinciannya, kebutuhan data analyst dan scientists naik 76,59%, pemasaran merek 66%, perencana strategi 62,78%, full stack engineer 50,85%, dan keamanan siber 23,91%.
Gaji yang ditawarkan beragam, mulai dari Rp 19 juta hingga Rp 20 juta per bulan untuk pekerja berpengalaman tiga sampai lima tahun.
Hal senada disampaikan oleh perusahaan penyedia situs lowongan kerja hingga menyuplai calon pekerja, TopKarir. Ada lima jenis pekerjaan yang diburu oleh banyak korporasi, yakni staf penjualan, pemasaran, pelayanan konsumen, data analisis, dan data scientist.
Di satu sisi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pekerja dengan latar belakang pendidikan sekolah dasar (SD) ke bawah mendominasi penyerapan tenaga kerja per awal 2019. Sedangkan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan perguruan tinggi menempati urutan teratas dengan jumlah pengangguran terbanyak pada awal tahun ini.
Riset Amazon Web Services (AWS) dan AlphaBeta juga menunjukkan, hanya 19% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia yang mempunyai keahlian di bidang digital.
Sumber: Katadata
Editor: Faizah