Rimbanusa.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kabupaten Muna Sukarman Loke sebagai tersangka kasus dugaan suap pengajuan dana pemulihan ekonomi nasional daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021.
Sukarman ditetapkan tersangka bersama seorang wiraswasta bernama LM Rusdianto Emba yang merupakan adik dari Bupati Muna, La Ode Muhammad Rusman Emba.
“KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan dengan menetapkan tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/6/2022).
Adapun kasus ini juga menjerat mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mochamad Ardian Noervianto dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kolaka Timur, Laode Muhammad Syukur Akbar.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK melakukan pengembangan kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021 yang menjerat Bupati nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur.
Dalam kasus suap pengajuan pinjaman dana PEN ini, Andi Merya Nur juga ditetapkan ditetapkan sebagai tersangka.
Ghufron menyampaikan, Andi Merya selaku Bupati Kabupaten Kolaka Timur periode 2021-2026 berkeinginan untuk bisa mendapatkan tambahan dana terkait kebutuhan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur.
Kemudian, agar prosesnya bisa segera dilakukan, Andi Merya segera menghubungi LM Rusdianto Emba yang dikenal memiliki banyak jaringan untuk memperlancar proses pengusulan dana tersebut.
“LM RE (LM Rusdianto Emba) selanjutnya menjalin komunikasi dengan SL (Sukarman Loke) yang menjabat Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna di mana memiliki banyak kenalan di pemerintah pusat,” papar Ghufron.
“SL kemudian menyampaikan lagi pada LMSA (Laode Muhammad Syukur Akbar), karena saat itu pemerintah kabupaten (Pemkab) Muna juga sedang mengajukan pinjaman dana PEN,” ucapnya.
Setelah itu, kata Ghufron, dilakukan pertemuan di salah satu restoran di Kota Kendari untuk membahas persiapan pengusulan dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur yang dihadiri Andi Merya, Sukarman Loke dan LM Rusdianto Emba.
Sebab, salah satu syarat agar proses persetujuan pinjaman dana PEN dapat disetujui yaitu adanya pertimbangan dari Kementerian Dalam Negeri, khususnya dari Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah yang saat itu dijabat Mochamad Ardian Noervianto.
“Selanjutnya, AMN (Andi Merya Nur) mempercayakan LM RE dan SK untuk menyiapkan seluruh kelengkapan administrasi pengusulan pinjaman dana PEN dengan nilai usulan dana pinjaman PEN yang diajukan ke Kementerian Keuangan senilai Rp 350 miliar,” papar Ghufron.
Berikutnya, Sukarman, Laode, dan Rusdianto juga diduga aktif memfasilitasi agenda pertemuan Andi Merya dengan Ardian Noervianto di Jakarta.
Dari pertemuan tersebut, Ardian diduga bersedia menyetujui usulan pinjaman dana PEN Kabupaten Kolaka Timur dengan adanya pemberian sejumlah uang sebesar Rp 2 miliar.
“Proses pemberian uang dari AMN pada MAN dilakukan melalui perantaraan LM RE, SL dan LMSA diantaranya melalui transfer rekening bank dan penyerahan tunai,” kata Ghufron.
“Atas pembantuannya tersebut, SL dan LMSA diduga menerima sejumlah uang dari AMN melalui LM RE yaitu sejumlah sekitar Rp 750 juta,” ucap dia.
Adapun LM Rusdianto Emba diduga sebagai pemberi suap dan disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Sukarman Loke sebagai penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. (Sumber: Kompas.com/Irfan Kamil)
Editor: Ahmad Fuad Ghazali