Rimbanusa.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut adanya kegiatan ekspor ore nikel ilegal ke China dalam jumlah besar mencapai 5 juta ton. Ekspor ilegal ini mengakibatkan selisih dalam nilai ekspor hingga Rp 14,5 trilliun.
Pemerintah Indonesia secara resmi telah melarang kegiatan ekspor nikel sejak 1 Januari 2020 lalu. Adanya temuan selisih nilai ekspor membuat dugaan ekspor ilegal ini semakin kuat sebagaimana tercatat dalam data Badan Pusat Statistik (BPS).
Koordinator Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian mengatakan, angka selisih itu didapatkan dengan membandingkan data ekspor nikel di BPS dengan data impor nikel di situs Bea Cukai China.
Dian mengungkapkan, dugaan ekspor ilegal nikel tersebut dari Januari 2020 sampai dengan Juni 2022.
Dalam data yang dikirimkan Dian, pada 2020 terdapat selisih nilai ekspor sebesar Rp 8.640.774.767.712,11 (Rp 8,6 trilliun). Sementara itu, pada tahun 2021 terdapat selisih nilai ekspor sebesar Rp 2.730.539.323.778,94 (Rp 2,7 trilliun). dan sepanjang Januari hingga Juni 2022 ditemukan selisih nilai ekspor sebesar Rp 3.152.224.595.488,55 (Rp 3,1 trilliun).
Berdasarkan data tersebut, dari periode 2020 hingga Juni 2022 secara keseluruhan ada selisi nilai ekspor nikel mencapai Rp 14.513.538.686.979,60 (Rp 14,5 trilliun).
Masih dari data tersebut, China mengimpor nikel sebanyak 5,3 juta ton sejak 2020 hingga Juni 2022.
Rinciannya adalah sebanyak 3.393.251.356 kilogram nikel di impor ke China pada tahun 2020. pada 2021, China kembali mengimpor nikel sebanyak 839.161.249 kilogram, dan 1.085.675.336 kilogram pada Juni 2022. Jika ditotal, keseluruhan ekspor illegal nikel dari Indonesia ke China mencapai 5,318.087.941 kilogram atau 5,3 juta ton.
Dian mengatakan, meski demikian, temuan data ekspor ilegal masih perlu pendalaman lebih lanjut mengenai lubang tambang mana saja yang menjadi asal ekspor ilegal tersebut. (Sumber: detikFinance/Achmad Dwi Afriyadi)
Editor : Bintang