Rimbanusa.id – Menko Polhukan Mahfud MD mengungkap perkembangan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam transaksi menurigakan impor emas batangan senilai Rp 189 triliun.
Kasus ini diusut oleh Satgas TPPU, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggandeng KPK.
Mahfud mengatakan transaksi impor emas sebanyak 3,5 ton itu terjadi dalam periode 2017 hingga 2019 yang melibatkan tiga entitas terafiliasi dengan grup perusahaan atas nama Siman Bahar (SB). Ia menyampaikan bahwa pengusaha tersebut sudah dicekal oleh KPK.
“Sudah (terbit) SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan). Pencekalan dari KPK,” ujar Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (1/11).
Dalam prosesnya, ditemukan fakta pemalsuan data kepabeanan yang menyebabkan hilangnya pungutan PPH. Modus kejahatan yang dilakukan adalah mengkondisikan seolah-olah emas batangan yang diimpor telah diolah emnjadi perhiasan dan seluruhnya telah diekspor. Padahal berdasarkan data yang diperoleh, emas batangan sebanyak 3,5 ton diduga beredar di perdagangan dalam negeri.
“Dengan demikian Group SB telah menyalahgunakan Surat Ketetapan Bebas PPH Pasal 22,” kata Mahfud.
Kemudian, Dirjen Pajak memperoleh dokumen perjanjian tentang pengolahan anoda logam dari salah satu BUMN (PT ATM) ke grup SB (PT LM) pada tahun 2017, yang diduga perjanjian ini hanya sebagai kedok grup SB melakukan ekspor barang yang tidak benar.
Saat ini, lanjut Mahfud, masih ditelusuri jumlah pengiriman anoda logam dari PT ATM ke PT LM dan pengiriman hasil olahan berupa emas dari PT LM ke PT ATM, untuk memastikan nilai transaksi sebenarnya.
DJP memperoleh data grup SB melaporkan SPT secara tidak benar sehingga DJP menerbitkan surat perintah pemeriksaan bukti permulaan per 14 Juni 2023 terhadap empat wajib pajak grup SB.
“Data sementara yang diperoleh, terdapat Pajak Kurang Bayar beserta denda yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah untuk Group SB,” terang Mahfud.
Selama menjalankan bisnisnya, SB memanfaatkan orang-orang yang bekerja kepadanya sebagai instrumen untuk melakukan pidana kepabeanan dan tindak pidana pencucian uang.
Dalam perkara ini, PPATK telah menyerahkan data tambahan transaksi keuangan mencurigakan dari puluhan rekening grup SB kepada Dirjen Pajak untuk dilakukan analisis kebenaran pelaporan pajaknya.
Hingga saat ini, SB belum diperiksa karena saat ini tengah menjalani perawatan di rumah sakit.
“Masih sakit, sakit di RS,” ucap Mahfud.
Deputi III Komenko Polhukan, Sugeng Purnomo menjelaskan alasan KPK mencekal SB, sementara kasus impor emas itu ditangani DJP bersama DJBC. Ia menyebut SB dicekal atas kasus yang tengah ditangani di KPK.
“Ini kan konteks pelanggarannya berbeda. Yang ditangani teman-teman KPK tentu tindak pidana korupsi, tapi yang ditangani Bea-Cukai adalah kepabeanan. dan pajak di Dirjen Pajak,” jelas Sugeng.
Editor: Bintang