KPK Ungkap Potensi Negara Rugi Rp 523 M Karena Bansos Tak Tepat Sasaran

Konferensi pers di KPK, di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Selasa (5/9). (Foto: Yogi/detik.com)

Rimbanusa.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap ada permasalahan terkait data penerima bantuan sosial (bansos) yang salah sasaran. Penerima bansos disebut justru memiliki pendapatan di atas UMK.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyampaikan hal ini dalam acara Sosialisasi dan Pertemuan Lintas Kementerian terkait Aksi Nomor Induk Kependudukan (NIK) Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).

Dalam agenda tersebut juga hadir Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini, KPK mengungkapkan banyaknya bansos diberikan kepada penerima yang memiliki penghasilan cukup.

“Dari bu Mensos datang ke NIK dulu, supaya ini update dari NIK datang ke BPJS TK, keluarlah data-data ini bahwa 493 ribu ternyata penerima upah di atas upah minimum provinsi atau daerah. Artinya, dia terindikasi sebenarnya menerima upah, dia bekerja, menerima upah, layak terindikasi,” terang Pahala, di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Selasa (5/9).

Dari 493 ribu penerima bansos salah sasaran, terdapat sekitar 23,8 ribu penerima tersebut bekerja sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Jumlah ini diketahui berdasarkan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang diperoleh ketika Mensos Risma berkunjung ke Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Ketenagakerjaan.

Pahala menyampaikan penerima bansos salah sasaran ini mayoritas terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Data tersebut saat ini diklaim sedang diperbaiki oleh pemerintah daerah (pemda).

Hal ini diketahui dari data Badan Kepegawaian Negara (BKN).

“Kita padankan data dengan BKN, mau lihat siapa yang terindikasi ASN. Ternyata kita temukan sekitar 23,800 itu memiliki pekerjaan sebagai ASN,” kata Pahala.

Menurut Pahala, setidaknya 493.000 bansos setara dengan Rp 523 miliar uang negara yang dikeluarkan setiap bulan untuk penyaluran bansos namun salah sasaran. Ia berharap dengan perbaikan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), hal serupa tidak terjadi lagi.

“Ini nilai ketidaktepatan ini kita hiting sekitar Rp 523 miliar per bulan karena salah kita kasih ke orang yang sebenarnya tidak tepat. Tapi khusus untuk ASN dan penerima upah itu, kita estimasi Rp 140 miliar per bulan itu sebenarnya kita enggal tepat kasihnya,” terang Pahala.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut negara berpotensi rugi hingga Rp 140 miliar per bulan dari ketidaktepatan data penerima bansos.

“Saya ingin menyoroti potensi fraud-nya, tentu saja, kalau kita bicara fraud, kenapa seorang ASN didaftarkan sebagai penerima bansos, kenapa pekerja yang sudah memiliki upah didaftarkan sebagai penerima bansos, dan pengurus perusahaan juga didaftarkan jadi penerima bansos,” ujar Alex.

“Jadi persoalan tadi, ada beberapa ribu dengan potensi kerugian Rp 140-an miliarper bulan, dari dana yang disalurkan ke mereka, yang diduga tidak berhak,” imbuhnya. (Sumber: kompas.com/Irfan Kamil)

Editor: Bintang