Rimbanusa.id – Di sepanjang tahun 2021, harga minyak mentah dunia naik 57%. Penyebabnya adalah Arab dkk yang tergabung dalam OPEC+ termasuk Rusia menerapkan kebijakan pemangkasan produksi minyak.
Kenaikan harga minyak mentah yang terjadi dalam dua tahun terakhir menjadi berkah bagi negara-negara produsen terutama Arab Saudi.
Negeri Raja Salman tersebut memproduksi sebanyak 9,1 juta barel per hari (bph) pada tahun 2021 dan telah menjadi pemimpin de facto bagi organisasi produsen & eksportir minyak (OPEC) sejak lama.
Semua itu dilakukan karena Covid-19 sempat membuat harga minyak jatuh dengan adanya lockdown. Namun pemulihan ekonomi membuat permintaan dan harga minyak bangkit.
Namun dari permintaan minyak lebih tinggi daripada suplai sehingga harga minyak pun melesat. Tahun 2022, harga minyak masih lanjut naik. Sejak awal tahun harga si emas hitam telah menguat hampir 39%.
Kenaikan harga minyak di tahun 2022 dipicu oleh masalah suplai yang belum selesai tapi dibarengi dengan adanya konflik Rusia dan Ukraina.
Rusia merupakan salah satu produsen minyak top global. Perang yang berkecamuk dan berbagai sanksi ekonomi yang dihadapi membuat produksi terhambat dan rantai pasok terdisrupsi.
Alhasil harga minyak mentah pun semakin terbang. Harga minyak mentah acuan dunia Brent kini sudah tembus ke atas US$ 100/barel.
Kenaikan harga minyak akibat perang Rusia-Ukraina tentu menguntungkan Arab Saudi. Bisa dilihat saat tahun 2021, perusahaan migas BUMN Arab yakni Saudi Aramco berhasil mencetak laba fantastis.
Jika pada 2020, laba Aramco hanya US$ 49 miliar, tahun lalu labanya melonjak dua kali lipat menjadi US$ 110 miliar.
Aramco juga memiliki arus kas bebas (free-cash flow) senilai US$ 107,5 miliar. Dengan posisi kas yang memadai tersebut Aramco dapat membagikan dividen kepada pemegang sahamnya.
Pada kuartal I-2022 Aramco telah membagikan dividen untuk kuartal IV-2021 sebesar US$ 18,8 miliar. CNBC International melaporkan pada 2021, Aramco membagikan total dividen tunai senilai US$ 75 miliar.
Pemerintah Arab sendiri mengusai 94,19% saham Aramco. Artinya hak dividen yang diterima mencapai US$ 70,6 miliar atau setara dengan kurang lebih Rp 1.024 triliun (asumsi kurs Rp 14.500/US$).
Jika pada 2021, pendapatan negara Arab diperkirakan mencapai US$ 226,4 miliar itu artinya secara kasar, dari pembayaran dividen saja sudah mencapai 31%.
Kalau laba bersih Aramco naik 50% saja tahun ini dan pembagian dividen juga ditetapkan dengan payout ratio sama seperti tahun 2021, maka pemerintah Arab masih bisa mendapatkan tambahan pendapatan sekitar US$ 35 miliar atau setara dengan Rp 512 triliun.
Sumber: CNBC Indonesia
Editor: Faizah