Rimbanusa.id – Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSM-IV), Sulit tidur, atau lebih jauh gangguan tidur adalah salah satu gejala depresi.
“Ketidakmampuan untuk tidur dalam waktu lama dapat menjadi tanda bahwa orang itu mengidap depresi,” ungkap dokter Bernie Endyarni Medise, seperti dilansir dari laman Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKU), Sabtu (9/4).
Pada dasarnya, terang Bernie, fisiologi tidur yang normal terdiri atas 4 tahap, yaitu tahap 1, 2, 3, dan 4 yang berlangsung berulang-ulang. Gangguan tidur yang dialami sebagian orang adalah insomnia dan hipersomnia.
Gangguan tidur dapat disebabkan banyak hal yang berasal dari faktor genetik, psikologis, dan lingkungan. Gangguan tidur dapat menimpa siapa saja, termasuk penderita ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) yang dalam istilah Indonesia dikenal dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH).
Gangguan perilaku Pada anak, gangguan tidur berkorelasi erat dengan gangguan perilaku berupa hiperaktivitas, impulsivitas, dan responsivitas. Anak penderita ADHD mengalami kesulitan untuk fokus pada satu hal, merasa cepat bosan terhadap suatu aktivitas, memiliki aktivitas fisik yang tinggi sehingga selalu bergerak, serta sulit mengontrol reaksi dan berpikir sebelum bertindak.
“ADHD memiliki keterkaitan yang besar dengan gangguan tidur. Hal tersebut dapat dilihat dari angka riset yang menunjukkan anak dengan gangguan ADHD memiliki potensi lima kali lebih besar terkena gangguan tidur dibandingkan anak pada umumnya.
Penelitian lain juga menyatakan sekitar 70% anak dengan gangguan tidur merupakan penderita ADHD.”
Selain ADHD, obesitas juga memiliki kaitan erat dengan gangguan tidur pada anak. Menurut dr Klara Yulianti, SpA(K), obesitas pada anak sering kali dianggap remeh karena anak terlihat lebih lucu dan imut.
“Padahal, obesitas mengganggu sistem metabolisme tubuh anak. Salah satu faktor risiko yang membuat terjadinya obesitas adalah tidak teraturnya pola tidur, misalnya tidur yang tidak cukup atau kurang dari 8 jam per hari.
Kekurangan tidur ini berimbas pada terganggunya sistem pencernaan anak,” terangnya. Faktor lain yang berkaitan dengan gangguan tidur adalah sakit kepala. Dokter Astri Budikayanti, SpS(K) mengatakan, antara sakit kepala dan sulit tidur tidak dapat disimpulkan mana yang muncul terlebih dahulu. “Bisa saja sakit kepala yang menyebabkan kesulitan tidur atau sebaliknya, kesulitan tidur yang menyebabkan sakit kepala,” cetusnya.
Untuk mengatasi gangguan tidur tersebut, Dokter Tirza Tamin, SpKFR (K) dan Dokter Rahmanofa Yunizaf, SpTHT-KL (K) menyebutkan sejumlah hal yang bisa dilakukan. “Untuk menghasilkan tubuh yang sehat dan bugar, diperlukan tidur yang cukup secara kuantitatif dan kualitatif, yaitu cukup jam tidurnya dan dilakukan dengan posisi tubuh yang baik,” kata dokter Rahmanofa Ia mengungkapkan, kualitas tidur ditentukan oleh cara seseorang mempersiapkan tidurnya pada malam hari, seperti kedalaman tidur dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. “Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk kesehatan semua orang,” sebutnya. (sumber: mediaindonesia.com/Zubaedah Hanum)
Editor : Fatimah M.