Rimbanusa.id – Direktur Eksekutif Badan Kesehatan Dunia (WHO), Mike Ryan, mengingatkan, perlunya berhati-hati soal status endemi dalam kasus COVID-19.
Menurut Ryan, pergantian pandemi ke endemi hanya terjadi dalam perubahan istilah saja, bukan ancaman yang menyertainya.
Secara sederhana menurut Ryan, perbedaan endemi dengan pandemi adalah: virus itu ada, namun menular pada tingkat yang lebih rendah. Sifatnya cenderung musiman dan tak bisa dilupakan.
“HIV, tuberkulosis, dan malaria endemi, (tetapi) membunuh jutaan orang di planet ini setiap tahun,” kata Ryan dalam pernyataan video yang diunggah di Twitter WHO, dikutip pada Ahad 13 Maret 2022.
Menurut Ryan, endemi itu tidak sama dengan baik. Selama satu penyakit dinyatakan endemi, program pengendalian yang kuat untuk mengurangi infeksi, penderitaan kelompok rentan, hingga angka kematian, tetap perlu diperhatikan.
“Jadi hanya mengubah dari pandemi ke endemi hanya mengubah label. Itu tidak mengubah tantangan yang kita hadapi. Kita perlu mengontrol berkelanjutan pada virus ini,” kata Ryan.
Negara-negara di seluruh dunia mulai mengaktifkan kebijakan ketat COVID-19 pertama kali pada 2020. Kebijakan tersebut termasuk aturan-aturan yang mengatur, sosialisasi, pemakaian masker, dan isolasi diri.
Wacana tentang berakhirnya pandemi kian berkembang menyusul penarikan berbagai aturan negara tersebut.
Inggris, Swedia, Norwegia, Arab Saudi, hingga Kenya, adalah contoh negara yang mulai berdamai dengan COVID-19. (Sumber: tempo.co/Daniel Ahmad)
Editor: Ahmad Fuad Ghazali