Rimbanusa.id – Kasus COVID-19 di Indonesia belakangan ini tampak mengalami kenaikan seiring meningkatnya kasus di negara tentangga Malaysia dan Singapura.
Kementerian Kesehatan meminta masyarakat untuk tetap taat dan disiplin menerapkan protokol kesehatan (prokes).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 6 Desember 2023, rata-rata kasus harian COVID-19 bertambah sebanyak 35-40 kasus. Sementara pasien yang dirawat di rumah sakit tercatat antara 60-131 orang.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maxi Rein Rundonuwu, menghimbau masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan menyusul peningkatan kembali kasus COVID-19 dalam beberapa pekan terakhir.
Maxi mengatakan, saat ini tingkat keterisian rumah sakit sebesar 0.06% dan angka kematian 0-3 orang per hari.
“Yang sakit, sekarang mewajibkan diri sendiri pakai masker, cuci tangan paka sabun, menjaga imunitas dengan konsumsi makanan bergizi seimbang, kemudian jaga jarak, apalagi kalau sakit agar tidak menularkan,” kata Maxi dalam keterangan pers, Kamis (7/12).
Maxi mengatakan kanikan kasus ini didominasi oleh subvarian Omicron XBB 1.5 yang juga menjadi penyebab gelombang infeksi COVID-19 di Eropa dan Amerika Serikat. Selain varian XBB, ia mangatakan Indonesia juga sudah mendeteksi adanya subvarian EG2 dan EG5.
Meski ada kenaikan, Maxi menghimbau masyarakat untuk tidak perlu panik selagi tetap menjaga prokes. Sebab kenaikan kasus ini masih jauh lebih rendah dibandingkan saat pandemi yang mencapai 50.000 sampai 400.000 kasus per minggu.
Maxi juga mengingatkan masyarakat perlu waspada apabila mengalami gejala penyakit yang mengarah pada COVID-19, yakni batuk, pilek, demam, dan gangguan pernafasan, agar segera melakukan pemeriksaan antigen.
“Dengan naiknya ini, siapa yang punya gejala sebaiknya dilakukan testing rapid antigen dan dilaporkan dan tentu dengan kesadaran melakukan isolasi mandiri kalau gejala ringan, kalau berat ke rumah sakit,” pungkasnya.
Selain disiplin prokes, Maxi juga mendorong masyarakat untuk segera melakukan vaksinasi COVID-19 baik dosis lengkap maupun booster.
“Lakukan vaksinasi boosterm sampai akhir tahun masih gratis untuk seluruh masyarakat. Tahun depan, hanya untuk kelompok rentan seperti lansia dan orang dengan penyakit penyerta serta immunocompromised (orang yang memiliki masalah dengan sistem imun),” terang Maxi.
Ketua Satgas COVID-19 PB IDI, Prof. Erlina Burhan mengatakan, Varian EG.5 ini mendominasi 70 persen dari kasus yang ada di Singapura. Namun, varian ini pada umumnya tidak menyebabkan gejala berat, mirip dengan Omicron.
“Secara umum gejalanya mirip ada demam, batuk, hidung meler, kehilangan indra penciuman dan pengecap. Namun gejalanya ringan, bisa jadi karena prilaku masyarakat sekarang berubah, sudah terbiasa dengan protokol kesehatan dan sudah vaksinasi booster 1-2,” jelas Erlina.
Kalau ditemukan kasus dengan gejala berat, menurut Prof. Erlina hal itu bukan disebabkan oleh varian virusnya, melainkan tergantung sistem imun tubuh seseorang.
Erlina menyebutkan kelompok masyarakat yang rendah imunitasnya adalah kelompok lanjut usia di atas 65 tahun, komorbid diabetes melitus, hipertensi, gangguan ginjal, dan imunokompromais seperti HIV, autoimun, dan pasien kanker, yang apabila terinfeksi COVID-19 gejalanya tidak ringan dan bisa menjadi berat.
“Jadi PB IDI merekomendasikan kepada pemerintah untuk secara khusus memeriksa titer antibodi lansia, komorbid, dan imunokompromais, sehinnga mungkin kalau imunnya rendah bisa divaksin booster lagi,” jelas Erlina. (Sumber: CNNIndonesia/pua)
Editor: Bintang